Indahnya Saling Nasehat-Menasehati

Indahnya Saling Nasehat-Menasehati
BREAKING

Jumat, 28 September 2018

AL BATHIN - Yang Maha Tersembunyi



ALLOH SWT berfirman:

هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۚ  وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhohir dan Yang *Bathin* dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
QS. Al Hadid (57)/3

Banyak peristiwa dan kejadian yang tampil di Dunia ini, sejak Dunia ini diciptakan-Nya.
Banyak kejadian yang ada di Dunia ini tersembunyi peristiwanya dan tidak tahu maknanya.
ALLOH, Al Bathin, Yang Maha Tersembunyi, yang menjelaskan segala hal yang Bathin itu sebagai pelajaran yang dapat diambil oleh orang-orang yang mempunyai hati nurani.
Disadari atau tidak, ternyata tidak sedikit orang yang hancur luluh keimanannya hanya karena ketidakmampuannya menghadapi musibah dalam hidup.
Salah satu penyebabnya karena salah dalam memahami makna musibah dan salah pula dalam menyikapinya.

Kesalahan seseorang dalam memaknai dan menyikapi musibah itu, akibatnya bisa sangat fatal terhadap keimanannya.
Sepanjang itu pula kejadian itu terekam indah dalam hikmah yang dapat dipelajari oleh hamba-Nya, semuanya dari ALLOH SWT.
Salah satu yang kadangkala luput dari perhatian kita adalah masalah fitnah, ujian dan musibah yang didatangkan ALLOH kepada manusia.
Memang menyakitkan, tapi dari semua itu ada hikmah yang terkandung untuk kita ambil sebagai pelajaran.

Banyak kejadian di Dunia ini yang tidak bisa dianalisa oleh akal manusia, kejadian itu diluar kemampuan manusia untuk mencernanya, tapi mengandung hikmah yang luar biasa, karena keimananlah sehingga kejadian yang luar biasa itu diterima oleh manusia.
Tanpa iman, maka hal yang luar biasa itu untuk sementara ditolak, namun setelah sekian tahun bahkan abad melalui penemuan penelitian barulah diakui kebenaran peristiwa yang telah terjadi itu.

Bagi seorang mu’min tentu meyakini bahwa, segala sesuatu hanya akan terjadi di Dunia ini karena, *“Kun Fayakun”* ALLOH, sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini terutama yang tidak kita inginkan harusnya menjadi bahan “muhasabah” (introspeksi) atau “tazkiroh” (peringatan) apa yang sebenarnya sedang ALLOH rencanakan untuk kita.

Berbicara masalah musibah, sebenarnya musibah adalah sesuatu yang mutlak akan dialami oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, baik seseorang itu, kafir ataupun mu'min.
Jika musibah menimpa orang yang kafir, pasti itu adalah azab.

ALLOH SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di Dunia), sebelum azab yang lebih besar (di Akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”
QS. As Sajdah (32)/21

Namun, jika menimpa orang yang mu'min, pasti itu adalah bentuk kasih-sayang ALLOH SWT

Dalam sebuah hadits Rosululloh saw bersabda:
"Jika ALLOH sudah mencintai suatu kaum, maka ALLOH SWT akan memberikan bala, ujian atau cobaan".

Pernyataan Rosul Ini harus semakin mempertegas kepada kita bahwa musibah bagi orang-orang yang mu'min itu sebagai bentuk kasih-sayang ALLOH SWT.

Kematian abu lahab dan Siti Khodijah merupakan pukulan berat bagi Nabi Muhammad, betapa tidak, abu lahab adalah pamannya, walaupun masih kafir, tapi dia sudah menunjukkan bantuan keamanan terhadap kemenakannya yang selalu diganggu oleh orang-orang kafir quraisy, demikian pula dengan Siti Khodijah, isteri yang dicintainya, isteri yang baik dan sholehah dipanggil ALLOH, menguji kemantapan iman Rosululloh bahwa perjuangan tidak akan pernah berakhir walaupun ditinggalkan oleh seseorang yang dicintai dan penyokong utamanya baik moril maupun material..

Nabi Musa pernah ditanya oleh muridnya tentang orang yang paling pintar saat itu, maka dia menjawab bahwa dialah orang yang paling pintar.
Tidak begitu lama ALLOH menegur Nabi Musa bahwa masih ada hamba ALLOH yang lebih pintar dari dirinya.
Lalu, Nabi Musa mencari orang tersebut dengan muridnya yang bernama Yusa' bin Nun.

ALLOH SWT berfirman:
"Dan (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
QS. Al Kahfi (18)/60

Pertemuan Nabi Musa dengan orang yang dimaksud terjadi dipertemuan dua lautan, dua lautan tersebut adalah laut Arab dan laut Merah, ada yang mengatakan laut Tengah dan laut Atlantik dan ada juga yang mengatakan Laut asin dan laut Tawar.

Dengan berbekal seadanya di tengah perjalanan mereka, ikan bekalnya melompat ke Laut, Nabi Musa yakin bahwa itulah tempat yang dikatakan ALLOH, akhirnya Nabi Musa bertemu dengan orang yang dicarinya.

ALLOH SWT berfirman:
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami"
QS. Al Kahfi (18)/65

Hamba ALLOH yang ditemuinya itu adalah Nabi Khidir, dan yang dimaksud dengan rahmat disini ialah wahyu dan kenabian, sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghoib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikutnya.

Ada tiga hal yang dilakukan oleh Nabi Khidir dalam perjalanan itu, semua kejadian diprotes oleh Nabi Musa karena bertentangan dengan akalnya, seperti Nabi Khidir melarang Musa banyak bertanya, Nabi Khidir melubangi perahu, membunuh anak kecil dan memperbaiki dinding rumah orang yang rubuh, sebagaimana dinyatakan dalam firman-firman-Nya.

Sudah tiga kali kesabaran Nabi Musa diuji dan kenyataannya memang dia tidak mampu bersabar dalam perjalanan itu, sesuai dengan janjinya bahwa kalau dia sudah tiga kali mendapat teguran dari guru, maka Nabi Musa pun siap untuk diberi sangsi atas kesalahannya itu, Nabi Khidir lansung memberikan vonis untuk berpisah hari itu juga, tapi sebelum berpisah Nabi Khidir memberikan kesempatan kepada Nabi Musa untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi dibalik itu.
Dengan seksama Nabi Musa menerima ilmu yang selama ini belum pernah dia peroleh.

ALLOH SWT berfirman:
Khidir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya"
QS. Al Kahfi (18)/78

"Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di Laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera"
QS. Al Kahfi (18)/79

"Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran"
QS. Al Kahfi (18)/80

"Dan kami menghendaki, supaya Robb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).''
QS. Al Kahfi (18)/81

"Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang sholeh, maka Robb-mu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Robb-mu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.
Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya"
QS. Al Kahfi (18)/82

Begitu juga halnya kejadian yang dialami oleh pemuda yang kita kenal dengan Ashabul Kahfi, mereka adalah pemuda yang beriman kepada ALLOH, tidak mau menyembah kepada tuhan yang lain karena hal itu mencemari aqidah Tauhid.
Ketika sang raja memerintahkan semua rakyatnya untuk menyembah berhala, pemuda-pemuda ini meyingkir untuk menyelamatkan diri dari kejaran sang raja, sehingga sampailah mereka bersembunyi pada sebuah Gua.
Di dalam Gua itu mereka tidur, bukan mati, karena setiap waktu mereka masih melakukan gerakan-gerakan ke kiri dan ke kanan untuk menjaga kestabilan tubuhnya, adakah tubuh yang berada dalam tidurnya selama sekian tahun bisa bertahan tidak membusuk dan bangun kembali dengan izin ALLOH.

ALLOH SWT berfirman:
“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari Gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam Gua itu.
Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) ALLOH.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh ALLOH, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu Gua.
Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.”
QS. Al Kahfi (18)/17-18

ALLOH berkuasa untuk menidurkan pemuda itu 308 tahun hingga mereka sadarkan diri, kemudian keluar mencari makanan, tapi tempat penjual roti itu tidak mau menerima uangnya, sebab mata uang itu sudah berusia ratusan tahun yang lalu.
Ketika itu, negeri ini dikuasai oleh raja yang zholim dan syirik, tapi sekarang negeri ini dipimpin oleh orang yang  sholeh.

Perdebatan tentang berapa jumlah mereka dalam Gua itu, berapa lama mereka berada di sana, ini adalah perdebatan yang zhohir, sedangkan yang bathin yang sebenarnya hanya ALLOH saja yang mengetahuinya.

ALLOH SWT berfirman:
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang ghoib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya".
Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit".
karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.”
QS. Al Kahfi (18)/22

ALLOH Al Bathin ialah yang tidak dapat digambarkan hikmah dzat-Nya oleh akal.
ALLOH, Al Bathin, Maha Tahu semua yang dibalik  peristiwa yang terjadi di Dunia ini, yang akal tidak mampu mencernanya, tetapi setelah bertahun tahun, puluhan tahun, bahkan berabad abad, ALLOH buka tabir ghoib dibalik peristiwa yang terjadi itu sebagai pelajaran yang berharga bagi manusia agar sadar bahwa ALLOH itu sungguh Yang Maha Kuasa, sehingga manusia menjadi pandai bersyukur...

Senin, 24 September 2018

AD-DZOHIR - Yang Maha Nyata


ALLOH SWT berfirman:

وَاِذَا  سَاَلَـكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ  اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”
Al Baqarah (2)/186

Dzat ALLOH merupakan Wujud Mutlak, yang tidak terjangkau oleh akal fikiran,  perasaan,  khayalan dan panca indera
Dzat ALLOH adalah sebagai aspek Batin segala yang maujud, yang kelihatan di Alam Raya ini, karena ALLOH adalah Yang Maha Meliputi segala sesuatu.

Bagaimanapun Dzat ini juga yang Dzohir, Yang Nyata, Yang Kelihatan, tetapi IA tidak dapat dikatakan atau disifatkan,
karena IA tidak terjangkau oleh akal fikiran.
Apabila segala sesuatu yang kelihatan ini menjadi fana, maka Yang Batin telah menjadi Yang Dzohir, Yang Dzohir atau Yang Hidup itu meliputi segala sesuatu.

DIA lebih nyata daripada sekeliah Alam yang kelihatan ini, dan DIA lah menggerakkan dan mengatur segala sesuatu.

ALLOH SWT berfirman:
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu.
Tetapi kamu tidak melihat”
QS Al-Waqi’ah (56)/85

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
QS. Qaaf (50)/16

ALLOH itu dekat itu bukan berarti bahwa ALLOH SWT bertempat di Bumi, di Langit atau di mana-mana.
Maha suci ALLOH dari “di mana”.

ALLOH itu dekat, harus kita yakini dengan Sifat-Nya, Nama-Nya dan Perbuatan-Nya sedangkan Sifat-Nya,Nama-Nya dan Perbuatan-Nya tidak berpisah dengan DzatNya.
Jadi dengan Sifat-Nya,Nama-Nya dan Perbuatan-Nya lah kita menjadi seolah-olah melihat Dzat-Nya inilah yang dinamakan dengan Ihsan.

Rosululloh bersabda:
”Hendaknya engkau menyembah ALLOH seakan-akan melihat-Nya atau jika engkau tidak melihat-Nya, maka ALLOH-lah yang melihat engkau."

Dalam Islam yang salah satu pokok ajarannya adalah tentang mengenal ALLOH (ma’rifatulloh).

Sebahagian orang ada yang memahami bahwa ALLOH SWT bertempat di atas Arasy dan sebahagian lain memahami bahwa di atas Arasy bukan maknanya bertempat di atas Arasy.

Bagi yang berpemahaman bahwa “di atas Arassy” bukan sebagai tempat dzat-Nya, tentu juga memahami bahwa dzat-Nya tidak di Langit dalam arti Langit sebagai tempat sehingga tidak membenarkan orang yang menunjuk ke Langit (ke arah awan berada) untuk menjawab pertanyaan: “di mana ALLOH ?”
Maha suci ALLOH dari “di mana”.

Sebahagian orang memahami bahwa ALLOH itu dekat dengan Ilmu-Nya bukan Dzat-Nya berdasarkan bahwa Ilmu-Nya meliputi makhluk-Nya sedangkan Dzat-Nya bertempat di atas Arasy.
Bagaimanakah mungkin Dzat-Nya berpisah dengan nama-Nya, sifat-Nya atau perbuatan-Nya.

Sebahagian orang memahami bahwa ALLOH menguasai atau meng-atas-i semua makhluk-Nya termasuk Arasy.
Mungkin ada yang bertanya apakah ALLOH SWT tidak menguasai di Bumi?
Pertanyaan seperti inilah yang memahami bahwa Arasy adalah tempat bagi Dzat-Nya
Itulah tidak bisa dijangkau akal, karena ALLOH berbeda dengan makhluk-Nya.

Sebagaimana dalam firman-Nya:
"Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.
QS. Al-Ikhlas (112)/4

Sayyidina Ali ra mengatakan: “Sesungguhnya ALLOH menciptakan ‘Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya“.

ALLOH berfirman dalam hadist Qudsi:
“Sesungguhnya Langit dan Bumi tidak akan menampung Aku.
Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”

“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.

ALLOH menciptakan makhluk supaya mengenal Dia dengan sebenar-benar kenal, berhubungan dengan mesra, terus menerus berdialog dengan-Nya, agar kita terus terbimbing  di jalan-Nya.

ALLOH SWT berfirman:
"sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada ALLOH)."
QS. Al-'Alaq (96)/19

Kita bisa melihat ALLOH, bisa berjumpa dan melihat ALLOH adalah setelah merasakan mati.

ALLOH SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada ALLOH dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung."
QS. Al-Ma'idah (5)/35

Raih Rizki dengan Perkuat Doa, Ibadah dan Ikhtiar


Semoga tulisan ini bisa menambah semangat kita hari ini dalam meraih rizki sebagai modal untuk beribadah kepada Alloh SWT.


Kunci mencari rizki: Berdoa lalu berikhtiar

RIZKI adalah bahasan yang sangat menarik. Selain karena menjadi kebutuhan hidup di dunia, rizki juga satu bentuk karunia Alloh Subhanahu Wata’ala kepada manusia, baik yang beriman maupun yang kufur. Dan, karena itu, setiap jiwa telah dipastikan rizkinya sejak di dalam kandungan.

Namun demikian, tidak berarti rizki itu bisa hadir tanpa upaya. Harus ada upaya untuk mendapatkannya. Dan, yang paling penting dari upaya tersebut adalah caranya. Apakah sesuai dengan syariat Islam atau justru menghalalkan segala cara.

Dalam pandangan paham materialisme, rizki selalu diartikan sebagai kapital, berupa modal atau uang. Oleh karena itu, di era modernisme ini semua orang berlomba-lomba mengumpulkan harta (uang). Sampai-sampai, ada dari sebagian umat Islam yang rela menanggalkan kewajiban beribadah kepada-Nya demi apa yang mereka sebut sebagai rizki (baik dalam bentuk uang atau materi lain).

Betapa banyak kita menyaksikan, orang yang siang dan malamnya selalu sibuk bekerja, sehingga tidak sempat sholat berjama’ah, tidak sempat membaca al-Qur’an, dan tidak sempat silaturrahim.. Bahkan tidak sempat memberi kasih sayang kepada keluarga serta putra dan putrinya.

Rizki yang sejatinya adalah anugerah untuk semakin taat beribadah bagi seorang Muslim telah bergeser menjadi penyebab lunturnya ketajaman iman. Dalam konteks inilah, kita semua patut waspada dan bertanya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan rizki itu. Dan, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi rizki.

Apakah dengan serta merta meninggalkan ibadah yang ternyata ‘dipandang’ sebagai penghambat waktu kerja, produktivitas dan efisiensi waktu dalam peraihan rizki. Atau justru sebaliknya, rizki itu diraih justru dengan meningkatkan kualitas ibadah kepada Alloh Subhanahu Wata’ala.

Dalam sebuah hadits Qudsi, Alloh berfirman, :
Wahai anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan menutup (menyingkirkan) kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesempitan (kegelisahan) dan Aku tidak akan menyingkirkan kefakiranmu.

Hadits tersebut selaras dengan apa yang Alloh tegaskan dalam al-Qur’an.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha [20]: 124).

Artinya, rizki itu sejatinya adalah anugerah yang jika cara mendapatkannya benar, seesuai tuntunan syariat Islam, maka kebahagiaan akan menjadi akhir hidupnya. Sebaliknya, jika dalam mendapat rizki dilakukan dengan cara-cara curang, syubhat dan haram, maka baginya kesengsaraan. Bahkan kebutaan di hari kiamat.

Arti Luas Rizki

Oleh karena itu, tidak sepatutnya seorang Muslim melihat rizki sebatas pada uang atau kekayaan belaka.

Rizki dalam bentuk lainnya bisa berupa sifat istiqomah (kekonsistenan) dalam kebenaran dan jujur dalam hidupnya. Misalnya, tidak mau mengambil hak orang lain dengan zalim. Secara kasat mata, orang yang seperti itu memang tidak mendapatkan uang atau keuntungan materi apapun. Namun demikian, sesungguhnya ia telah mendapat rizki yang tak ternilai harganya. Yakni sifat mulia yang dicintai Alloh Ta’ala.

Hal itu tidak lain, karena Muslim yang seperti itu adalah Muslim yang mampu mempertahankan kebenaran yang diyakini dalam dirinya. Jadi, kemampuan berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran hakikatnya adalah rizki yang sangat besar dan tak ternilai harganya. Dibanding kaya harta namun menanggalkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran.

Rizki juga bisa berupa ketenangan dan kedamaian hidup. Yakni, berupa keluarga yang sakinah, anak yang sholeh dan harta yang bermanfaat lagi berkah. Bisa juga berupa kemampuan bekerja dengan baik dan benar, memiliki jiwa optimisme, positif thinking, dan memiliki teman-teman yang baik. Atau kemampuan untuk bisa berbagi dan peduli terhadap orang lain. Semua itu adalah bentuk rizki yang dahsyat.

Rizki juga bisa berbentuk kemampuan untuk bisa berdoa dengan khusyu’, taat beribadah dan bertakwa. Atau juga berupaya mampu melakukan ibadah secara konsisten. Bahkan, yang paling spektakuler kita diberi ‘akhir hidup yang baik’ (khusnul khotimah).

Semua itu adalah bentuk rizki Alloh dalam arti yang sangat luas. Yang mustahil bisa dibayar dengan uang berapapun.

Perkuat Do’a, Ibadah dan Ikhtiar

Namun demikian, Islam sama sekali tidak pernah memarginalkan arti rizki dalam bentuk materi. Materi juga bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Maka tidak sepatutnya seorang Muslim hidup miskin apalagi papa.

Di zaman Rosululloh kita mengenal Utsman bin Affan. Saudagar kaya raya yang sholeh dan dermawan. Begitu pula Abdurrahman bin Auf. Saudagar kaya raya yang sholeh dan dermawan. Bahkan jauh sebelum itu, ada Siti Khadijah, istri Nabi yang kaya raya, sholehah dan dermawan.

Artinya, kekayaan itu penting. Oleh karena itu sangat dibutuhkan dari sebagian Umat Islam yang  berusaha menjadi orang kaya, yang dengan kekayaannya itu ia berhak atas karunia-Nya yang lebih besar di akhirat kelak, persis seperti Siti Khadijah, Abdurrahman bin Auf atau pun Utsman bin Affan.

Carilah kekayaan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Jangan terbalik, mencari kekayaan dunia dengan melupakan akhirat, yang pada akhirnya hanya akan mengundang laknat. Seperti Tsa’labah dan Qarun.

Maka, perbanyaklah do’a karena Alloh pasti mengabulkan do’a hamba-Nya (QS. 2: 186). Atau seperti dalam firman lainnya;

وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضْلِهِ وَالْكَافِرُونَ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ

“Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang sholeh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.” (QS: Asy Syuura [42]: 26).

Berikutnya perbanyaklah ibadah. Seperti sholat Dhuha atau pun mengeluarkan zakat, infaq atau shodaqoh kepada sesama untuk membersihkan rizki itu. Karena Alloh sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang teguh dalam ibadah dan bermanfaat bagi banyak manusia.

Terakhir, sempurnakanlah dalam berupaya. Islam adalah agama yang dinamis dan progressif. Artinya, Islam tidak menyukai umatnya yang pasif dan berpangku tangan. Bergeraklah mencari rizki untuk kemuliaan diri, keluarga dan umat Islam. Sebagaimana dicontohkan oleh Abdurrahman bin Auf.

Ia rela hijrah demi iman ke Madinah. Setiba di Madinah ia rela memulai usahanya dari pasar. Hingga kemudian, berbekal skill dan kekonsistenan, ia tumbuh menjadi sahabat Nabi yang super kaya. Namun demikian, rizki dalam bentuk harta yang demikian melimpah itu, justru semakin membuat hatinya semakin tunduk, taat dan takwa kepada Alloh Ta’ala.

Jadi, mari kita ikhtiar mencari rizki dengan semangat iman. Jika kita hidup dalam kekurangan harta, tapi memiliki kekuatan ilmu, kesabaran, keluarga yang iman dan taat beribadah, syukurilah. Itu adalah rizki yang dahsyat..

Jika semua itu kita miliki dan harta juga berlebih, maka syukurilah dengan bersegera menebarkan bagi yang membutuhkan. Tauladanilah Siti Khadijah, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar kekayaan berupa materi itu semakin melapangkan jalan untuk menjadi hamba yang mendapat ridho Ilahi.

Senin, 17 September 2018

AL AWWAL - Yang mula-mula ada



ALLOH SWT berfirman:

هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۚ  وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

"Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu".
QS. Al Hadid (57)/3

ALLOH yang mula-mula,  keberadaan-Nya tiada diawali oleh yang lain, karena Dia adalah Robb yang menjadikan segala sesuatu itu ada, tanpa ada sesuatu itu kalau bukan diciptakan oleh sesuatu yang awal, Dia-lah ALLOH SWT.
Keberadaan ALLOH sebagai Robb yang menciptakan segala sesuatunya, menciptakan Dunia dengan segala isinya, sehingga Dia-lah yang mula-mula ada dibandingkan makhluknya, keberadaannya tidak diawali oleh yang lain dan tidak pula diakhiri oleh yang lain.
Yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada.

ALLOH memberi akal untuk digunakan tafakkur, memikirkan alam ini sebagai kajian yang hasilnya membuat akal tersebut semakin kagum dengan kekuasaan ALLOH bukan malah merendahkannya.

Banyak orang yang punya akal yang digunakan untuk mempelajari alam raya ini akhirnya tunduk dan patuh kepada kebenaran sehingga merubah posisinya hingga siap menyerahkan diri sebagai seorang muslim, dari muslim yang maksiat menjadi orang yang taat.

ALLOH SWT berfirman:
" Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu) orang-orang yang mengingat ALLOH sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata): "Ya Robb kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka".
QS. Ali Imron (3)/190-191

Tentang kejadian makhluk ALLOH yaitu Dunia dan segala isinya bila dipelajri, dikaji dan difahami oleh akal yang cerdas maka akan meningkatkan kualitas iman.
Tetapi tentang keadaan ALLOH yang ada sebelum lainnya ada, Dia-lah yang awal dari segala yang ada maka tidak boleh dikaji terlalu mendalam karena Rosululloh menyatakan dalam hadiitsnya: "Pelajarilah tentang kejadian makhluk ALLOH tapi jangan dipejari tentang kejadian zat ALLOH".

Penciptaan ALLOH tentang makhluknya, manusia tidaklah tahu karena manusia ada setelah adanya makhluk yang lain.
Bumi dengan segala isinya sudah ada sebelum manusia dijadikan, yang kejadian manusia itu diawali dari penciptaan Nabi Adam as.
Kejadian itu saja diragukan oleh orang-orang kafir sehingga mereka menanamkan doktrin kepada masyarakat dengan dalih ilmu pengetahuan bahwa asal kejadian manusia itu berasal dari kera.

ALLOH SWT berfirman:
"Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama?
Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru".
QS. Qaf (50)/15

ALLOH adalah yang awal, yang menjadikan adanya segala sesuatu dan yang mengakhirkan segala sesuatu itu kembali, Dia berkuasa atas segala kehendak-Nya, Dia Maha Melihat dan mengawasi segala ciptaan-Nya, awalnya tidak diawali oleh yang lain, awalnya tidak dapat disamakan dengan penciptaan makhluk-Nya, awalnya hanya Dia saja yang tahu bagaimana kejadian-Nya, kita sebagai makhluk hanya dituntut untuk mengimani segala sifatnya-Nya tanpa bisa mengkaji lebih dalam tentang zat-Nya.

ALLOH yang awal, adalah sifat yang juga ada pada manusia atau makhuknya yang lain tapi tidaklah sama dengan kesempurnaan sifat ALLOH, awalnya manusia karena ada yang lebih awal dari sebelumnya,awalnya manusia karena akan binasa dengan segala keakhirannya ketika segala sesuatu yang akhir itu akan binasa.

Beriman kepada sifat ALLOH yang Awwal ini menjadikan hati semakin tentram, menyejukkan hati dan mendamaikan suasana.

Jika seorang muslim sudah menyadari bahwa ia berasal dari tanah, ada permulaan dan penghabisan, meyakini bahwa hidupnya hanya untuk beberapa waktu, maka ia akan meyakini bahwa segala kesempurnaan hanya milik ALLOH, Robb semesta alam.

Amal ibadah yang telah dilakukannya adalah semata-mata karena taufik dan karunia ALLOH, serta meyakini bahwa segala sesuatu akan kembali ke asalnya.

Adapun pengaruh nama tersebut terhadap perangai seorang hamba adalah dapat memunculkan kecintaan untuk selalu berbuat kebaikan, selalu memprioritaskan segala bentuk perintah ALLOH, selalu berlomba-lomba dalam mencari keridhoan-Nya.

Jumat, 14 September 2018

Al Muakhir - Yang Mengakhirkan


ALLOH SWT berfirman:

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَاَ الْخَـلْقَ ثُمَّ اللّٰهُ يُنْشِئُ النَّشْاَةَ الْاٰخِرَةَ    ۗ  اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Katakanlah, berjalanlah di Bumi, maka perhatikanlah bagaimana (ALLOH) memulai penciptaan (makhluk), kemudian ALLOH menjadikan kejadian yang akhir.
Sungguh, ALLOH Maha Kuasa atas segala sesuatu."
QS. Al-'Ankabut (29)/20

ALLOH yang menciptakan Alam Raya dan seluruh makhluknya, Dia menghidupkan dan mematikan, Dia yang memulai kehidupan bagi makhluknya dan Dia pula yang mengakhirinya,
Dia berkuasa atas segala sesuatunya tanpa dikuasai oleh yang lain.

ALLOH mengakhirkan orang-orang yang mengakhirkan ALLOH.
Kadang kita ingin melakukan sesuatu pekerjaan untuk memuaskan hati seseorang.
Lupa bahwa kita sesungguhnya ingin mendapatkan ridho ALLOH.
Lalu disebabkan oleh kesyirikkan yang samar itu, maka ALLOH mengakhirkan kita.
Orang yang ingin kita cari keridhoannya itu justru tidak menyukai kita.
Dan kita berharap mendapatkan kedudukan tertentu, namun tidak ALLOH berikan kedudukan itu kepada kita.
Kita ingin mendapatkan ridho selain ALLOH maka ALLOH tidak ridho kepada kita.
ALLOH akhirkan kita.

Dahulu saya pernah berpikir, untuk bahagia adalah ketika dapat menyenangkan diri sendiri.
Tetapi setelah saya alami ternyata, hanya membawa pada kesengsaraan.
Lalu berpikir, saya akan bahagia bila dapat membahagiakan orang lain.
Ternyata setelah dialami, juga tidak sempurna kebahagiaan kita.
Akhirnya sampailah pada kesimpulan, untuk mendapatkan kebahagiaan itu adalah ketika saya dapat memuaskan ALLOH, melakukan sesuatu karena mengharap ridho ALLOH.
Ketika kita melakukan sesuatu untuk satu tujuan itu, maka ALLOH cukupkan kita dari tujuan tujuan yang lain.

ALLOH Al Muakhir ini, Alloh yang mengakhirkan dapat dilihat pada kisah yang sangat luar biasa.
Ketika Rosululloh saw menunjuk panglima perang dalam peperangan kaum muslimin, Rosululloh mengatur bahwa panglima yang pertama adalah Zaid.
Apabila Zaid nanti kemudian gugur, digantikan oleh ja’far.
Apabila nanti Ja’far gugur, maka digantikan oleh Abdullah bin Rowahah.
Ketika peperangan terjadi, Zaid memegang panji didepan lalu menghadapi musuh.
Tidak lama kemudian Zaid pun gugur.
Lalu kemudian, petugas yang kedua, yang Nabi tugaskan untuk menggantikan Zaid yaitu Ja’far.
Ja’far pun segera memegang panji itu lalu menghadapi musuh.
Lalu tidak lama kemudian, Ja’far pun gugur dalam peperangan. Kemudian tibalah giliran Abdullah bin Rowahah.
Dia melihat dua sahabatnya telah gugur, dia ragu untuk memimpin perang itu.
Saking ragunya, dia kemudian mencoba menyemangati dirinya.
Apa kata Abdullah bin Rowahah kepada dirinya: “Wahai Abdullah bin Rowahah, wahai Abdullah bin Rowahah, jika engkau tidak terbunuh disini engkau pasti juga akan mati.
Lihatah kematian sedang mendatangimu.
Jika engkau melakukan apa yang dilakukan oleh dua orang sahabatmu maka engkau akan mendapatkan kebahagiaan.
Tapi jika engkau lari, tidak melakukan sebagaimana sahabatmu yang melakukan maka engkau akan sengsara”.

Setelah itu, Abdullah bin Rowahah memegang panji itu lalu ikut berperang dan gugur dalam peperangan itu.
Apa yang dikatakan Rosululloh saw: “aku melihat Zaid ada di dalam Surga.
Lalu aku melihat juga Ja’far ada di dalam Surga.”
Sahabat bertanya: “Ya Rosululloh bagaimana kabar panglima Abdullah bin Rowahah?”
Nabi terdiam sejenak lalu berkata: “karena dia ragu-ragu waktu ingin memegang panji itu kemudian tidak lama ragu sejenak lalu yakin lalu mengambil panji itu.
Aku juga melihat dia di surga tapi surganya lebih rendah, lebih berada dibawah dua sahabatnya”.

Lihatlah, mencoba telat saja melakukan ketaatan, berpikir sejenak untuk menunda kebaikan.
Itu semua membuat diakhirkannya kedudukan.
Direndahkan sedikit kedudukannya.

Lalu bagaimana kita yang tiap hari mengakhirkan perintah-perintah ALLOH, menunda perintah ALLOH tetapi berdoa untuk segera selalu dijawab dan dikabulkan do'anya.

Apakah kita mau hidup diutamakan oleh ALLOH SWT?
Didahulukan oleh ALLOH. Pasti mau bukan.
Tapi mengapa kita seringkali menunda-nunda ibadah kepada-Nya disebabkan oleh hal-hal yang sepele.
Mengapa seringkali kita tidak memenuhi panggilan ALLOH dan rosul-Nya gara-gara pekerjaan kita.
Lalu kita meminta ALLOH mengutamakan dan mendahulukan kita, padahal perintah perintah Nya dinomor sekiankan...

ALLOH SWT berfirman:
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek"
QS. Al Kahfi (18)/29

Senin, 10 September 2018

Al Muqaddim - Yang Maha Mendahulukan



ALLOH SWT berfirman:

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ  ۚ  فَاِذَا جَآءَ  اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَئۡخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Tiap-tiap umat memunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
QS. Al-A’râf (7 )/34

Dengan memperkenalkan diri-Nya Al-Muqaddim tergambar di dalam pikiran kita bahwa Dia mempunyai otoritas mutlak mendahulukan sesuatu yang menjadi keputusan-Nya.

ALLOH Al-Muqaddim, ALLOH Yang Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki untuk didahulukan.
Hak ALLOH untuk mendahulukan sesuatu atas yang lainnya tanpa ada yang memaksa atau memengaruhi-Nya.
Dia-lah yang mendahulukan peringatan sebelum sanksi-Nya.
Dia-lah yang mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya dan mendahulukan kasih sayang-Nya atas kemarahan-Nya.
Dia-lah yang mendahulukan yang wajib atas yang sunnah dan mendahulukan niat atas amalan.
ALLOH yang mendahulukan kelompok tertentu karena ketaatannya dan mengakhirkan kelompok yang lain sesuai dengan kehendakNya.
Alloh mengutamakan orang yang mencintai daripada orang yang membenci.
ALLOH mendahulukan orang yang taat dari orang yang bermaksiat.

Jika antara orang yang
baik dengan orang yang buruk, tidak ada yang ALLOH utamakan atau dahulukan.
jika orang yang melakukan dosa diperlakukan sama oleh ALLOH, tidak didahulukan dan tidak di akhirkan orang-orang yang bermaksiat.
Yang akan terjadi adalah yang taat akan rajin berbuat maksiat, yang bermaksiat akan bertambah maksiatnya.

ALLOH SWT berfirman:
".........,, Katakanlah: Samakah orang yang buta dengan yang dapat melihat?
atau samakah yang gelap dengan yang terang?
Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi ALLOH yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka Katakanlah, ALLOH adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Tuhan Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
QS. Ar-Ra'd (13:)/16

ALLOH mengutamakan, mendahulukan, meninggikan derajat orang-orang yang taat.
ketika kita taat kepada ALLOH.
Kita hidup sesuai dengan ajaran ALLOH.
Kita memegang ajaran kebenaran, maka ALLOH tidak mungkin akan menyamakan kita dengan orang-orang yang menyimpang.
Pasti kita diutamakan oleh ALLOH.
karena sesungguhnya ketika ALLOH Al Muqaddim, mengutamakan seseorang dari orang yang lainnya itu berdasarkan amal sholehnya, berdasarkan ketaatannya.

Umar bin Khottob ketika menjadi kholifah menggantikan Abu Bakar, Umar khutbah diatas mimbar.
Dimana mimbarnya ada tangga-tangganya.
Setelah dia sampai di tangga yang paling tinggi, kemudian dia turun dari tempat yang tinggi ke tangga yang dibawahnya.
Setelah selesai khutbah, orang-orang pun bertanya pada Umar: “wahai umar, mengapa engkau tadi turun dari tangga yang paling tinggi untuk tangga yang paling bawah dari tangga itu?”
Umar menjawab: “karena aku tahu bahwa yang biasa berada di tangga yang paling tinggi adalah Abu Bakar, maka tidak layak bagiku, tidak pantas bagiku untuk berada ditangga dimana Abu Bakar bertempat disitu.
Aku tidak pantas menandingi Abu Bakar”.
Lihatlah bagaimana kedudukan Abu Bakar dijaga oleh ALLOH SWT.
Karena ketaatan Abu Bakar pada ALLOH sangat luar biasa.
kedermawanannya kepada agama ALLOH (Dien Islam) sangat luar biasa.

Kita tahu bagaimana Umar bin Khottab ingin menandingi Abu Bakar dalam bersedekah.
Dibawa hartanya sangat banyak.
Lalu Rosul bertanya kepada Umar: “wahai Umar, apakah kau sisakan hartamu untuk keluargamu?”
Umar berkata: “Ada ya Rosululloh yang aku sisakan untuk keluargaku”.
Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang membawa hartanya yang sangat sangat banyak.
Saat itu Rosululloh bertanya pada Abu Bakar: “Wahai Abu Bakar, apakah kau sisakan hartamu untuk keluargamu?”
Abu Bakar berkata: _“tidak satupun harta yang aku sisakan buat keluargaku.
karena telah aku sisakan untuk keluargaku, ALLOH dan Rosul-Nya”.

Jadi wajar, Abu bakarlah yang menggantikan imam sholat Rosululloh.
Abu Bakarlah yang menemani Rosululloh di gua Tsur dan Abu Bakarlah yang menjadi kholifah setelah wafatnya Rosululloh SAW.
Alloh mendahulukan Abu bakar dari pada umar bin khottob.
Karena ALLOH Al Muqoddim.

Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, akan selalu mendahulukan perintah ALLOH dan Rosul-Nya di atas keinginannya.
Juga mendahulukan cinta kepada Alloh dan Rosul-Nya di atas cinta kepada selain keduanya.
Mendahulukan apa yang ALLOH dahulukan dan mengakhirkan apa yang Alloh akhirkan.
Ia akan tunduk dan patuh terhadap hukum yang telah ditetapkan ALLOH dan Rosul-Nya.

ALLOH SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului ALLOH dan Rosul-Nya (dalam menetapkan sebuah hukum) dan bertakwalah kepada ALLOH
Sesungguhnya ALLOH Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
QS. Al-Hujurât (49)/1

Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muqaddim, akan selalu mengedepankan kepentingan kemaslahatan ummat di atas kepentingan pribadi.

MEMAHAMI KEADILAN ALLOH


Ketika Nabi Musa as. bermunajat di bukit Thursina, ia berdoa ;
"Ya Alloh ...
Engkau Maha Adil, tunjukkanlah keadilan-Mu ... "

Alloh pun menjawab,
"Hai Musa ...
Jika Aku menampakkan keadilanKu padamu, engkau tidak akan sabar dan tergesa-gesa menyalahkan-Ku."

Lalu Musa menjawab :
"Dengan taufik-Mu...
aku akan sabar menerima dan menyaksikan keadilan-Mu.."

Alloh mengijabah permintaan Musa, kemudian berfirman :
"Pergilah engkau ke sebuah mata air, bersembunyilah di dekatnya dan saksikan apa yang akan terjadi... "

Musa pun pergi ke mata air yang dimaksud.
Tak lama kemudian, datanglah seorang penunggang kuda, lalu turun untuk minum air.
Saat itu si penunggang kuda sedang membawa sekantong uang.
Dengan tergesa gesa, ia pergi sehingga lupa membawa kantong uangnya.
Tidak lama kemudian, datanglah seorang anak kecil untuk mengambil air.
Ia melihat kantong itu lalu bocah itu mengambilnya dan terus pergi.
Setelah anak itu pergi, datanglah seorang kakek buta.
Si kakek buta mengambil air untuk wudhu dan beribadah.
Selesai beribadah datanglah penunggang kuda tadi yang bermaksud mengambil kantong uangnya, namun ia hanya menemukan si kakek buta yang sedang berdiri mau beranjak pergi.
"Wahai kakek tua...
kamu pasti mengambil kantongku yang berisi uang ?"
bentak si penunggang kuda.

Kagetlah si kakek, lalu berkata :
"Bagaimana saya bisa mengambil kantong mu, sementara saya ini buta?
Jangan dusta kamu!" bentak si penunggang kuda.

Setelah bersitegang, kakek itupun dibunuhnya.
Kemudian penunggang pun menggeledah baju si kakek, namun tidak menemukan apa apa.

Saat melihat kejadian tersebut Nabi Musa protes kepada Alloh:
"Ya Alloh...
hamba sungguh tidak sabar melihat kejadian ini.
Namun hamba yakin Engkau Maha Adil.
Mengapa ini bisa terjadi ?"
Lalu Alloh mengutus Malaikat Jibril untuk menjelaskan:
"Wahai Musa...
Alloh Maha Mengetahui hal hal ghoib yang tidak engkau ketahui.
Anak kecil itu sebenarnya mengambil haknya sendiri.
Dahulu ayahnya pernah bekerja pada si penunggang kuda, tetapi jerih payahnya tidak dibayarkan.
Jumlah yang harus dibayarkan sama persis dengan yang diambil anak itu.
Sementara si kakek buta adalah orang yang membunuh ayah anak kecil itu, sebelum ia mengalami kebutaan."

Betapa pentingnya kita mengenal Alloh, agar hati kita selalu berprasangka baik pada-Nya.
Sering karena keterbatasan, manusia tidak mampu membaca keadilan Alloh secara tepat.
Manusia menganggap Alloh tidak adil karena keputusanNya dinilai merugikannya.

ALLOH SWT berfirman:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu"
Q.S. Al Baqoroh (2)/216

Alloh Maha Adil dan memberikan sesuatu kepada manusia dengan jalan terbaik menurut perhitunganNya, bukan menurut nafsu atau kepentingan kita.

Jadi tidak ada satu pun ketentuan Alloh yang gagal dan buruk.
Namun kitalah yang belum mengerti Hakikat kejadian tersebut.

Maha kuasa dan maha suci Alloh dengan segala perbuatanNya.

Sabtu, 08 September 2018

Al Muqtadir - Yang Memegang Kekuasaan (Yang Menundukkan)


ALLOH SWT berfirman:

اَوْ نُرِيَنَّكَ الَّذِيْ وَعَدْنٰهُمْ فَاِنَّا عَلَيْهِمْ مُّقْتَدِرُوْنَ

"Atau Kami perlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka.
Maka sungguh, Kami berkuasa atas mereka."
QS. Az-Zukhruf (43)/42

ALLOH Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya, semua kehendak-Nya adalah mutlak dan Dia Yang Menundukkan segala sesuatu dengan caranya sendiri.
Sifat mulia-Nya itu dinamakan Al Muqtadir yaitu Yang Menundukkan.
Al Muqtadir adalah nama dan sifat yang menunjukkan kekuasaan dan keperkasaan, tidak ada satupun yang melakukan perlawanan kepada-Nya, perlawanan apapun akan dilemahkan-Nya.
Kekafiran, kezhaliman dan kemunafikan adalah bentuk perlawanan yang disadari atau tidak oleh manusia, maka ALLOH SWT akan melemahkan dan menundukkan hamba-Nya yang demikian dengan berbagai cara-Nya.

Bagaimana ALLOH SWT menundukkan orang-orang dahulu yang melakukan kekafiran dengan terang-terangan, mereka tidak mampu berkilah dan berdalih lebih lama karena dengan waktu yang cepat sekali ALLOH SWT menurunkan azab-Nya sebagai balasan bagi kekafiran mereka.

ALLOH SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?
dan sesungguhnya telah datang kepada kaum fir'aun ancaman-ancaman.
Mereka mendustakan mukjizat Kami semuanya, lalu Kami azab mereka sebagai azab dari yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.
Apakah orang-orang kafirmu (hai kaum musyrikin) lebih baik dari mereka itu, atau apakah kamu telah mempunyai jaminan kebebasan (dari azab) dalam Kitab-Kitab yang dahulu?”
QS. Al Qamar (54)/40-43

Di Dunia ini kita hadir sebagai bentuk ketundukan kepada ALLOH SWT.
Sejak lahir kita tidak mampu untuk berbuat apa apa, bahkan untuk menentukan bentuk wajah dan fisik kita saja terserah kepada ALLOH SWT yang menciptakan.

Sudah dipastikan, kita semua tidak pernah bisa meraba bagaimana rupa takdir kita ke depan.
Segala sesuatunya adalah misteri bagi kita.
Sering kali semua peristiwa terjadi begitu saja tanpa bisa direkayasa.
Terkadang kita juga tidak berkuasa dengan amalan kita sendiri.
Kegagalan, kesuksesan, kaya miskin, antara kehidupan dan kematian adalah mutlak milik ALLOH SWT.

ALLOH SWT berfirman:
"Setiap bencana yang menimpa di Bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya.
Sungguh, yang demikian itu mudah bagi ALLOH"
QS. Al-Hadid (57)/22

Meski semua telah tertulis di zaman azali, manusia tetap diperintahkan untuk berikhtiar menjemput kebaikan.
Tidak ada satu kebaikan pun yang diraih dengan berpangku tangan.
Semua itu meniscayakan adanya sebuah gerak, usaha, dan akselarasi.
Diam hanya akan membuat seseorang berkubang dalam penderitaan dan kegagalan.

ALLOH SWT yang menundukkan segala-galanya, semua apa yang ada di Langit dan di Bumi berada dalam genggaman-Nya, apapun keinginan ALLOH SWT terhadap ciptaan-Nya akan sangat mudah bagi-Nya untuk melakukan, semua makhluk tunduk atas segala kemauan-Nya, apakah akan diselamatkan atau akan dibinasakan, tidak ada yang dapat menghalangi-Nya.

ALLOH SWT berfirman:
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya ALLOH telah menciptakan Langit dan Bumi dengan hak?
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi ALLOH.”
QS. Ibrahim (14)/19-20

ALLOH SWT menundukkan kekuasaan raja namrud dikala Nabi Ibrahim menyampaikan da’wah kepadanya tapi da’wah itu ditolak bahkan dimusuhi.
Raja Namrud bin Kan'an menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak.
Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau ditawar.
Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja.
Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan.
Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan.
Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan.
Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia.
Di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.

Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung.
Ia sebagai calon Rosul dan pesuruh ALLOH SWT yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya, jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesadaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kepicikan fikirannya.
Bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus dibrantas dan diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.

Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logika berfikir yang sehat.
Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan membakarnya.
Sungguh ini sangat mengherankan.
Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan cara dibakar.
Namun ALLOH SWT membela nabi-Nya dengan menundukkan api yang biasanya membakar apalagi sedang membara pasti akan membinasakan siapa yang mengenainya tapi dikala itu sang api, patuh atas perintah Tuhannya.

Manusia yang melihat peristiwa itu berdiri agak jauh dari kobaran api itu karena saking panasnya.
Lalu, seorang algojo memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api.
Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu."
Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kobaran api.
Nabi Ibrahim terjatuh dalam api.
Api pun mulai mengelilinginya, lalu ALLOH SWT menurunkan perintah kepada api.

"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim."
QS. al-Anbiya' (21)/69

Api pun tunduk kepada perintah ALLOH SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim.
Api hanya membakar tali- tali yang mengikat Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman.
Beliau memuji ALLOH SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya.
Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu ALLOH SWT.

Begitu juga ALLOH SWT menundukkan penguasa-penguasa yang dzolim lainnya dengan berbagai kejatuhan yang dialami hingga memberikan siksa dan azab-Nya.
ALLOH SWT juga menundukkan kegagahan Umar bin khottob dengan hidayah sehingga masuk islam dan membelanya. Rosulullohpun selalu berdo’a kepada ALLOH agar hati yang dimilikinya selalu hidup dalam keadaan kokoh dalam Dien Islam ini.

“Ya Muqallabil Qulub Tsabbit Qolbi ‘ala dinika” Wahai yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku ini dalam dien-Mu’.
 
Copyright © 2013 Belajar Takwa
Design by FBTemplates | BTT